Beranda | Artikel
Bolehkah Rumah Tangga Beda Agama?
Kamis, 12 Februari 2015

BOLEHKAH RUMAH TANGGA BEDA AGAMA?

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Hanya kepada-Nya kami memuji, memohon pertolongan, meminta ampunan dan petunjuk. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya. Sebaliknya, barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya maka tidak ada seorangpun yang dapat memberikan petunjuk.

Penulis bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Penulis juga bersaksi bahwa Nabi Muhammas Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada beliau, keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya.

Amma ba’du.
Penulis telah menyusun buku kecil seputar hukum menikah dengan orang-orang kafir ini pada Fakultas Syari’ah di Riyadh. Harapan penulis, semoga buku ini bisa sebagai sosialisasi ilmu, meskipun hanya sedikit. Sebab, ilmu itu harus disosialisasikan dan disebarluaskan, bukan untuk disembunyikan. Tujuannya adalah agar manfaat dari ilmu tersebut dapat merata dan tercapailah substansinya. Oleh karena itu, penulis telah bertekad untuk memulai membahas (tema tersebut) dalam buku yang sederhana ini, lalu mengutarakannya kepada Fadhilatus Syaikh Abdullah bin Muhammad Ali Syaikh. Beliau pun memberikan tanggapan yang positif agar buku ini dicetak.

Meskipun buku ini sangat ringkas, penulis berharap mampu menjelaskan persoalan penting dalam kehidupan kaum muslimin dengan tepat. Hal tersebut berdasarkan pada beberapa alasan yang mendorong penulis untuk memilih tema ini, yaitu.

  1. Karena urgensi tema itu sendiri. Yaitu akan mampu menyelesaikan salah satu persoalan yang dibutuhkan oleh kaum muslimin, khususnya pada masa sekarang. Sebab, saat ini telah banyak kaum muslimin yang bepergian ke negeri-negeri kafir, dan begitu mudahnya mereka berinteraksi dengan penduduk setempat, baik apakah kepergian mereka itu untuk tujuan belajar, berniaga atau tujuan-tujuan yang lain….. Bahkan ada pula dari mereka yang bepergian ke negeri-negeri tersebut karena ingin menikah dengan orang-orang kafir… Oleh karena itu, harus dijelaskan hukum Islam mengenai masalah tersebut. Alasan ini ditinjau dari hukum seorang muslim menikah dengan orang kafir.
  2. Banyak orang-orang kafir dari berbagai agama dan kepercayaan memeluk Islam, dan tidak sedikit yang masuk Islam itu dalam keadaan telah berkeluarga… Setelah masuk Islam, muncul tanda tanya, apakah pernikahan pada saat masih kafir itu sah? Atau pernikahan tersebut batal? Nah, buku ini akan menjelaskan tentang ketentuan hukumnya.

Karena alasan inilah dan masih ada beberapa alasan lain maka penulis memancangkan niat dan tekad untuk menulis tema tersebut. Sedangkan metode yang penulis gunakan dalam buku ini adalah sebagai berikut:

  1. Penulis mengumpulkan materi-materi ilmiah yang menyinggung tema tersebut dengan mengandalkan –setelah bersandar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala- seluruhnya kepada buku-buku klasik kecuali hanya sedikit, dan hanya beberapa poin masalah saja.
  2. Penulis menyebutkan beberapa pendapat ulama dengan merujuk kepada buku-buku induk dari setiap madzhab yang ada.
  3. Dalam buku ini, penulis berusaha membandingkan antara empat madzhab fiqih, yaitu madzhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah (Hanbaliyah).
  4. Dalam beberapa masalah, penulis menyebutkan pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnu Qayyim. Tujuannya adalah untuk mengetahui perbedaan pendapat beliau berdua dengan pendapat-pendapat yang lain, sekaligus pendapat beliau berdua menjadi pendapat penulis untuk mentarjih (mengunggulkannya) dalam beberapa persoalan.
  5. Penulis mentakhrij (menjelaskan) semua ayat dan hadits asy-syarif, lalu menisbatkannya kepada buku-buku induk hadits.
  6. Penulis membagi buku ini menjadi tiga bab. Bab satu terdiri dari dua pasal dan setiap pasal terdiri beberapa pembahasan. Bab dua, terdiri dari satu pasal dengan satu pembahasan. Sedangkan bab tiga terdiri dari tiga pasal dan masing-masing pasal terdiri dari beberapa pembahasan. Kemudian yang terakhir adalah penutup. Buku ini didahului dengan sebuah pendahuluan yang terdiri dari tiga pembahasan.

Tidak lupa pula, dalam muqaddimah ini, penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada dosen penulis, Syaikh Abdullah bin Muhammad Ali Asy-Syaikh, – semoga Allah membalas beliau dengan kebaikan-. Sebab, beliau telah banyak mencurahkan tenaga dalam penyelesaian buku ini, yaitu dengan bimbingan bijaknya- semoga Allah menjaga beliau. Juga atas bantuan saudaraku Shalih bin Abdul Aziz Al-Ghulaiqah.

Demikian, penulis telah menyusun kerangka pembahasan dalam buku ini sebagai berikut.

Pendahuluan
Terdiri dari tiga pembahasan:

  1. Pembahasan pertama : Definisi nikah menurut bahasa dan istilah
  2. Pembahasan kedua : Definisi al-kufru (kafir) menurut bahasa dan istilah
  3. Pembahasan ketiga : Syarat-syarat nikah secara global

Bab I : Hukum Seorang Muslim Menikahi Orang Kafir Yang Tidak Memiliki Kitab
Terdiri dari empat pembahasan.

  1. Pembahasan pertama : Hukum menikahi wanita musyrik
  2. Pembahasan kedua : Hukum menikahi wanita majusi
  3. Pembahasan ketiga : Hukum menikahi wanita shabi’ah
  4. Pembahasan keempat : Hukum menikahi wanita penyembah berhala dan semisalnya.

Bab II : Hukum Seorang Muslim Menikahi Ahli Kitab
Pasal pertama : Penjelasan wanita-wanita ahli kitab yang boleh dinikahi, terdiri dari beberapa pembahasan.

  1. Pembahasan pertama : Hukum seorang muslim menikahi wanita ahli kitab yang merdeka, yang berstatus ahli dzimmah, dan yang menjaga kehormatannya.
  2. Pembahasan kedua : Dampak negatif menikahi wanita ahli kitab
  3. Pembahasan ketiga : Hikmah diperbolehkannya seorang muslim menikahi wanita ahli kitab.

Pasal kedua : Penjelasan wanita-wanita ahli kitab yang dilarang untuk dinikahi, terdiri dari dua pembahasan.

  1. Pembahasan pertama : Wanita ahli kitab yang diperangi.
  2. Pembahasan kedua : Menikahi budak-budak wanita ahli kitab.

Bab III. Pernikahan Sesama Orang-Orang Kafir.
Terdiri dari tiga pasal.
Pasal pertama : Terdiri dari beberapa pembahasan.

  1. Pembasahan pertama : Hukum pernikahan sesama orang-orang kafir
  2. Pembahasan kedua : Hukum pernikahan orang-orang kafir yang tidak sah sebelum diketahui oleh hakim dan sebelum masuk Islam
  3. Pembahasan ketiga : Hukum pernikahan orang-orang kafir yang tidak sah setelah diketahui hakim dan setelah masuk Islam.

Pasal kedua : Terdiri dari dua pembahasan

  1. Pembahasan pertama : Hukum seorang suami yang masuk Islam sedangkan ia memiliki lebih empat istri
  2. Pembahasan kedua : Dampak dari suami-istri atau salah satunya masuk Islam terhadap status pernikahan

Pasal ketiga : Terdiri dari tiga pembahasan

  1. Pembahasan pertama : Hukum menikahi wanita murtad dan suami atau istri yang murtad
  2. Pembahasan kedua : Dampak dari seorang suami atau istri yang murtad terhadap status pernikahan sebelum dan sesudah bersetubuh.
  3. Pembahasan ketiga : Dampak dari sepasang suami istri yang murtad bersama-sama terhadap status pernikahan sebelum dan sesudah bersetubuh.
  4. Pembahasan keempat : Hukum menikahi wanita Ahli Kitab, kemudian wanita tersebut pindah dari satu agama ke agama yang lain.

Penutup dan Daftar Referensi

Humaidhi bin Abdul Aziz bin Muhammad Al-Humaidhi

[Disalin dari kitab Akhkaamu Nikaakhu Al-Kuffaar Alaa Al-Madzhabi Al-Arba’ah, Penulis Humaidhi bin Abdul Aziz bin Muhammad Al-Humaidhi, Murajaah DR. Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim Ali Asy-Syaikh, edisi Indonesia Bolehkah Rumah Tangga Beda Agama?, Penerbit At-Tibyan, Penerjemah Mutsana Abdul Qahhar]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4066-bolehkah-rumah-tangga-beda-agama.html